- Karya sastra Sunda buhun (dulu) yang pada umumnya mengandung unsur pamohalan (tidak masuk akal), disebut ….
a. carpon c. dongeng
b. novel d. sajak - Dongéng anu nyaritakeun asal usul atawa saskala hiji tempat, pepelakan (tumbuhan) disebut .....
a. fabel c. Legenda
b. Parabel d. mite - Dongeng “sakadang kuya jeung sakadang monyet” termasuk ke dalam dongeng ...
a. fabel c. Legenda
b. Parabel d. mite - Dongéng anu nyaritakeun asal usul/ sasakala Gunung Tangkuban Parahu ......
a. Dewi Sri c. Si Kabayan
b. Sangkuriang d. Si Tumang - Ucapan “wilujeng wengi” dalam bahasa Sunda artinya ...
a. selamat pagi c. Selamat makan
b. selamat siang d. Selamat malam - Michael : ...........?
Jessica : Pangestu
Ucapan yang tepat untuk mengisi pertanyaan Michael, adalah ...
a. wilujeng wengi c. kamana wae
b. kumaha damang d. dimana wae - Dewi Sartika lahir ti kalangan menak Sunda.
Kecap ménak ngandung harti ....
a. jalma miskin c. jalma biasa
b. jalma sangsara d. bangsawan - Jalma anu sok maenkeun wayang disebut ......
c. nayaga c. juru kawih
b. sinden d. dalang - Andi neunggeul ucing (andi memukul kucing)
Kecap neunggul pada kalimat di atas termasuk dalam kecap pagawean.....
a. Pasif c. intransitif
b. aktif d. aktif-pasif - Pada upacara pernikahana adat Sunda, pemberian nasehat atau wejangan melalui lirik lagu atau pantun, disebut ....
a. sungkeman c. sawer
b. nincak endog d. meuleum harupat - Pada tahap pertama upacara pernikahan adat Sunda ada yang disebut Siraman, yang mempunyai simbol, kecuali …..
a. Memberi nasehat
b. Kasih sayang orang tua
c. Memberi do’a restu
d. Menyuapi yang terakhir kalinya (huap lingkung) - Yang dimaksud acara “seren sumeren” dalam pernikahan adat Sunda adalah ....
a. memecahkan kendi c. memberi wejangan
b. mengincak telor d. serah terima calon pengantin pria - Tanah sunda wibawa
Gemah ripah tur endah
Nu ngumbara Suka betah
........................................
Kecap gemah ripah mengandung arti ......
a. rusak c. indah
b. kotor d. subur makmur - “Si Emed mah sombong pisan, abong jelema beunghar” (si Emaed sombong, mentang-mentang orang kaya). Kalimah di atas sesuai dengan babasan (ungkapan ).....
a. gedé leungeun c. panjang lengkah
b. panjang leungeun d. gedé hulu - Baca pedaran di handap ieu!
Kiwari kota Békasi téh mangrupakeun kota industri, tapi lamun ditingali tina sajarahna baheula Békasi téh mangrupakeun daérah pertanian, hususna tani nyawah jeung ngebon. Komo dina widang melak paré atawa tatanén mah, masaraka Békasi miboga tradisi atawa adat anu has anu kaitung unik anu teu biasa dilaksanakeun di daérah séjén. Tradisi mélak paré di Békasi dibagi jadi lima tahap diantarana: ngabajak sawah, melak bibit (tebar), melak binih (nandur), panén, jeung pasca panén.
Naon ide poko paragraf di luhur (atas)?
a. Bekasi kiwari mangrupa daérah pertanian
b. Tradisi mélak paré di Bekasi
c. Bekasi baheula mangrupakeun daerah pertanian
d. Bekasi miboga tradisi nu béda - Di handap ieu anu teu ka asup tahapan melak paré nyaéta .....
a. Ngabajak c. melak binih
b. Melak bibit d. ngababad - Dina widang naon Bekasi miboga tradisi nu béda ....
a. Industri c. Melak Paré
b. Melak tangkal kai (kayu) d. Kasenian - Bapa nuju ........koran di ruang baca
a. Maca c. dahar
b. baca d. lumpat - Tulisan “sarebu duaratus dua puluh tilu” yang tepat dalam bahasa Sunda adalah,.......
a. 1224 c. 1223
b. 1322 d. 1243
Babasan&Paribasa
Kategori
- Administrasi Pangajaran (1)
- Arsitektur Sunda (1)
- Basa Indung (2)
- Deskripsi Blog (1)
- Kabasaan (Sunda) (3)
- Kadaharan Sunda (1)
- Kamandang Kuring (1)
- Kasenian Kabudayaan (7)
- Lagu/ Kawih Sunda (1)
- Lalangse Hate (3)
- Pancen Kanggo Siswa (3)
- Pangajaran Sastra Sunda (3)
- Pangajaran Sunda Online (1)
- Panineungan (2)
- Soal-soal UAS Kelas IX (1)
- Warta Anyar (4)
- Warta Pendidikan (3)
Kandaga Baraya
26 Februari, 2008
Kumpulan Soal UAS Kls IX
Diposting oleh
Kang' Eka
di
20.58
0
komentar
Label: Soal-soal UAS Kelas IX
21 Februari, 2008
Bahasa Sunda Bisa Punah
BANDUNG, (PR).-Hasil penelitian UNESCO menyebutkan, pada tahun 2100 50%-90% bahasa di dunia akan punah. Maka, jika di dunia ada 6.000 bahasa, hanya sekitar 600 saja yang dapat bertahan. Bahasa Sunda bisa saja termasuk dalam bahasa yang akan punah itu, jika urang Sunda tidak lagi menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari.
Inilah alasan yang membuat sekitar 150 mahasiswa dan dosen Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS) UPI mengadakan aksi jalan bersama, untuk memperingati Hari Bahasa Ibu Internasional 2008, Kamis (21/2).
Mereka memulai aksi pada pukul 8.00 WIB dengan berjalan mengelilingi kampus UPI. Setelah itu, dengan menggunakan mobil, peserta aksi berangkat ke Jln. Cihampelas. Di sana mereka merapikan barisan, lalu berjalan kaki melewati Jln. Wastukancana, Jln. Merdeka, Jln. Aceh, Taman Maluku, dan berakhir di Gedung Sate Bandung.
Aksi ini mengundang perhatian banyak orang, karena beberapa mahasiswa ada yang berpakaian tradisional Sunda, seperti celana pangsi dan kebaya, lengkap dengan make up. Selain itu, bunyi-bunyian dari kendang dan gong yang mereka bawa juga semakin meramaikan suasana.
Di depan Bandung Indah Plaza, mereka berhenti kemudian berorasi serta membagikan selebaran dan bunga. Intinya, mereka ingin mengingatkan masyarakat Bandung bahwa hari itu adalah Hari Bahasa Ibu Internasional, sekaligus mengajak untuk menggunakan bahasa Sunda.
Aksi ini diramaikan oleh happening art delapan mahasiswa FPBS UPI. Seorang mahasiswa berpakaian putih menarik guci pecah yang dibungkus kain putih, dengan susah payah. Ini menunjukkan betapa sulitnya memelihara dan menghormati budaya Sunda. (CA-180)***Penulis:
Back
Diposting oleh
Kang' Eka
di
22.33
0
komentar
Label: Basa Indung
19 Februari, 2008
Ngeunaan Basa Indung
Diposting oleh
Kang' Eka
di
23.47
0
komentar
Label: Warta Anyar
Assigment for Grade XI
- Apa yang dimaksud dengan bahasa ibu/ basa indung?
- tanggal berapakah bahasa ibu diperingati?
- Bagai mana perkembangan bahasa indung dewasa ini?
- Beberapa bahasa indung yang kamu ketahui!
- Bagai mana pendapatmu supaya bahasa ibu tidak punah!
Jawaban dikirim ke email: eka_heri@yahoo.co.id
1. untuk XI Science 2 paling lambat tanggal 21 Februari jawaban sudah harus dikumpulkan.
2. XI Science 1 tugas paling lambat dikirim tanggal, 25-26 Febbruari
3. XI Bussines tugas dikirim paling lambat tanggal 28-29 Februari
Wilujeng ngerjakeun
Diposting oleh
Kang' Eka
di
23.38
0
komentar
Label: Pancen Kanggo Siswa
Basa Indung
Basa Sunda, Jangan Sampai Terpinggirkan di Rumah Sendiri
Feny Selly Pratiwi Mahasiswa Jurusan Jurnalistik Fikom Unpad
“Ning lu dah ngerjain PR belon?” ucap seorang bocah yang melintas didepan saya saat akan berangkat kuliah. Kata-kata yang diucapkan bocah itu cukup membuat saya heran. Bukan basa sunda yang mereka pakai tapi bahasa yang jauh dari unsur kedaerahan setempat.
Apa jadinya bila bahasa daerah punah? Tentu nuansa kedaerahan takkan terlihat. Kebanggaan akan daerah memudar dan kekeluargaaan antar penggunanya takkan terasa. Bukan hanya itu semangat keanekaragaman yang terkenal dari bangsa kita takkan dapat lagi dibanggakan.
Hal ini begitu saya sadari mengingat saya merupakan perantau. Tatkala bertemu rekan sedaerah, bahasa daerah kerap menjadikan nuansa kekeluargaan dan kebanggaan akan daerah. Logat yang khas kental dalam tiap percakapan kita. Terkadang membuat orang lain yang mendengar tertarik dan penasaran untuk tahu artinya. Sungguh betapa menyenangkannya bisa menggunakan bahasa ibu di kota orang dengan sesama perantau .
Bahasa ibu, dalam hal ini bahasa daerah, pada dasarnya merupakan kekayaan bangsa kita yang tak ternilai.Indonesia sendiri tercatat sebagai negara kedua yang paling banyak memiliki bahasa ibu setelah Papua Niugini. Secara total, jumlah bahasa ibu di Indonesia ada 706, sedangkan di Papua Niugini ada 867. Hampir separuh dari bahasa yang ada di Indonesia tesebar di wilayah Papua.
Ini berarti bahwa Negara kita memiliki ratusan macam bahasa yang wajib untuk dipertahankan eksistensinya. Di Papua Nugini sendiri semua macam suku dapat hidup berdampingan dengan ratusan macam bahasa yang berbeda di tiap daerah dan suku apalagi Indonesia yang terhitung di atas dengan jumlah wilayah yang jauh lebih luas dengan Papua Nugini namun memiliki selisih jumlah bahasa daerah yang lebih kecil.
Akan sangat keliru bila bahasa daerah dijadikan sasaran penyebab perpecahan bangsa. Banyak bangsa yang bisa hidup berdampingan, meski memang kesalahan persepsi tidak dapat dihindari karena itu lumrah, namun di luar itu mereka tetap dapat saling mengerti dan berdampingan . Tentunya secara logika Indonesia akan lebih baik dalam menjaga eksistensi bahasa daerah yang memperkaya sekaligus sebagai asset tak ternilai budaya negara.
Yang seharusnya dituding sebagai penyebab adalah budaya pop global dan mindset indonesia yang jakarta sentris dan mindset dunia yang Amerika sentris menyerang generasi muda melalui media dengan gencar. Itupun hampir membuat sebagian orang muda meninggalkan bahasa indungnya. Seringnya kaum muda lebih bangga menggunakan bahasa dengan tata bahasa yang kacau namun ngena. Ketimbang lidahnya diribetkan dengan bahasa daerah yang dianggap sudah tidak jamannya lagi.
Di daerah dimana saya merantau sekarang (baca-bandung dan jatinangor) pengaruh budaya pop global pada pemilihan bahasa sehari-hari sangat jelas terlihat. Entah itu dikarenakan pola hidup kaum muda yang berkiblat pada media ataupun pengaruh pergaulan yang campur dengan pendatang.
Sebagai pendatang, saya merasakan hampir tak bersentuhan dengan basa sunda. Berbeda dengan teman-teman saya yang merantau di daerah yang menggunakan bahasa jawa seperti Yogyakarta dan Malang.Lingkungan dengan atmosfir bahasa jawa yang kuat dari tingkatan ngoko hingga kromo inggil yang kental dalam keseharian masyarakat dan pergaulan membuat pendatang mau tak mau berusaha menyesuaikan diri dengan keadaan.
Hal inilah yang sangat saya harapkan saat pertama kali menginjakkan kaki di jawa barat. Ironis memang ketika berhadapan dengan kenyataan bahwa penduduk yang bangga akan bahasa ibunya (baca basa Sunda) terpinggirkan bahkan terkontaminasi dengan pendatang yang menggunakan bahasa pop dalam keseharian.
Mengutip dari sebuah tulisan dalam Pikiran Rakyat terbitan 15 Februari 2007, dicantumkan bahwa “Penutur bahasa Sunda di Kota Bandung hanya tersisa 30%. Itu pun terbatas pada kalangan pelajar yang sedang mengikuti kegiatan belajar-mengajar bahasa Sunda di sekolah. Diperkirakan pada tahun 2010 tidak ada lagi urang Bandung yang menggunakan bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-hari“.
Menyedihkan memang apabila bahasa yang telah dipakai selama berabad-abad bisa musnah dalam beberapa tahun saja. Padahal basa sunda sama unik dan menariknya dengan bahasa jawa. Cukup mengherankan bila pendatang sulit untuk terkontaminasi dalam atmosfir keunikan ragam rawi-nya.
Untuk hal ini, pemerintah tak bisa selalu disalahkan dengan kenyataan yang terjadi. Usaha yang dilakukan pemerintah cukup banyak diantaranya dibuatnya Dalam UU No. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (BCB) termasuk di dalamnya bahasa daerah, dan Peraturan Daerah (Perda) No. 5 tahun 2003 tentang Pemeliharaan Bahasa, Sastra dan Aksara Daerah.
Pelajaran basa sunda di beberapa sekolah di Jawa Barat yang dinilai telalu kaku dan tidak membumi juga tidak boleh dipandang sebagai penyebab. Karena pelestarian bahasa ibu tidak tertancap dari buku-buku pelajaran melainkan kebanggaan gurunya akan bahasa setempat.
Untuk bisa benar-benar mencagarkan basa Sunda harus dimulai dari tiap insan-insan berjiwa sunda yang lahir, menetap, dan berdarah sunda untuk meninggalkan keraguannya pada basa Sunda. Memberikan atmosfir basa sunda pada pendatang tentung akan menyenangkan, sama menyenangkan nya saat kita membuat orang lain sadar bahwa mengenal banyak bahasa itu penting.
Dalam rangka melestarikan bahasa nan unik dan membanggakan di tanah sunda ini .Saya mengajak semua orang yang ada di tanah sunda untuk lebih mencintai bahasa daerahnya. Buatlah kami para pendatang bangga dan terdorong untuk berpartisipasi dalam pelaestarian basa sunda.
Tak lama lagi tahun ajaran baru pendidikan akan segera tiba. Ini berarti akan ada ribuan pendatang muda yang menuntut ilmu baik di Bogor, Bandung maupun beberapa kota di Jawa Barat. Berhubungan dengan kecintaan pada budaya Sunda dan makin banyaknya pendatang, hal ini dilihat dari dua sisi pandang. Sisi yang pertama adalah sisi negatif, dimana tantangan untuk bisa mempertahankan basa Sunda jadi lebih sulit. Sisi kedua, sisi positif dimana ini dapat menjadi sarana Urang Sunda untuk memperkenalkan keunikan dan keindahan basa Sunda pada pendatang.
Bahasa daerah sebagai pengantar sehari-hari. Akan menjadi salah satu upaya penguatan kebanggaan akan budaya sendiri dan pelestarian bahasa indung untuk kedepannya. Harus dimulai dari orang muda dan lingkungan sekitarnya. Secara pribadi harapan saya besar bahasa sunda mampu mempengaruhi para pendatang untuk menjadi pengguna demi kelestarian basa sunda dan penambahan pengetahuan, serta kemudahan berkomunikasi dengan penduduk asli demi pelestarian dan penanaman kecintaan pada bahasa daerah setempat.
YANG BERUSAHA MENCINTAI BASA SUNDA_
Diposting oleh
Kang' Eka
di
23.13
0
komentar
Label: Basa Indung
Imah Adat Sunda Buhun
Aya sababaraha (beberapa) rupa (jenis) wangunan sunda buhun (lama) teh, diantarana:


· Jogo (tagog) anjing: Wangunan anu bentukna saperti anjing keur jogo (duduk) Suhunan hareup (nu siga bangus/ mulut anjing) ngiuhan émpér imah (menutupi teras rumah).

· Julang ngapak: Julang ngapak mun

· Buka palayu: suhunan siga imah Betawi aya émpér (teras) panjang dihareup.
Umum:
o gedong: imah alus (bagus) tur badag (gede) anu biasana ditémbok
o joglo: adegan imah leutik basajan (bentuk rumah kecil)
o balé kambang: imaha anu diwangun disaluhureun balong, jsb. ('kambang' 'ngambang'), (yang dibangun diatas kolam, empang, dll)
o poporogok: imah siga saung, leutik tapi lumayan
o pakuwon: pakarangan tur imah nu sorangan
o ranggon: saung anu luhur pisan kolongna atawa anu diwangun dina tangkal kai nu luhur
o régol: panto gedé lawang pakarangan (en:gate, de: tor)
o saung: adegan leutik, biasana teu didindingan, ayana di sawah, kebon, paranti reureuh.
o babancong: wangunan leutik di sisi alun-alun baheula, panggung paragi gegedén, ayeuna mah siga tempat nu nongton kelas VIP di stadion.
o balandongan: adegan samentara pikeun narima sémah dinu hajat atawa tempat hiburan.
o balé désa: kantor pamong désa (kantor desa)
o balé kota: kantor walikota atawa bupati
o balé watangan: pangadilan
o gedong songko: imah bupati baheula
o kadaton, karaton
o pandapa (pendopo): tepas lega bagian hareup gedong kawadanaan, balé kota, jsb.
o kaputrén: bumi jeung pasaréan (tempat tidur) putri raja
o kaputran: bumi jeung pasaréan putra raja
o bénténg: adegan anu tohaga, biasana ngurilingan kota pikeun nahan panarajang musuh
o bui, panjara: paragi ngerem jelema nu meunang hukuman.
o hanggar: minangka garasi pikeun kapal udara
o stasion: pangeureunan (tempat berhenti) karéta
o halteu: pangeureunan beus
o jongko, warung: tempat dagang, di pasar biasana eusina pinuh ku jongko
o palalangon: saung luhur di leuweung atawa di huma paranti ngintip sato atawa nungguan huma
o leuit: gudang tempat nyimpen paré
o gosali: tempat gawéna panday (pandai besi)
o bédéng: imah-imah atawa adegan leutik paragi nu digarawé proyék wangunan jeung di kebon (rumah kecil tempat orang yang bekerja di kebun/ proyek bangunan)
o pakandangan: kandang gedé atawa nu loba kandang (kandang besar atau tempat yang didalamnya banyak kandang)
o gedogan, istal: kandang kuda
o karapyak: kandang munding (kerbau) atawa sapi nu dikurilingan ku pager
o pagupon: kandang japati (merpati)
o paranjé: kandang hayam (ayam)
langgar, tajug
Masigit (masigit)
Gareja (greja)
Dioropea ti "http://su.wikipedia.org/wiki/Wangunan_Sunda", & Ahmad Hadi
Diposting oleh
Kang' Eka
di
17.09
2
komentar
Label: Arsitektur Sunda
17 Februari, 2008
Serat Kanggo Tuang Raka
Tuang Raka
Di Panglinggihan
Assalamualaikum Wr. Wb.
Wilujeng wengi, sateuacana cumarios panjang lebar di dieu badé tumaros ngeunaan kaayaan di Tanggerang, kumaha damang? Sukur pami damang mah atuh, mugi salawasna aya dina ginulur rahayu ginanjar kawilujengan sareng dipaparin kasehatan dina mancén damel sadidinten.
Sanaos dina mangsa ti leuleutik nepi ka kiwari kuring sok nyebat ngaran atawa nénéhna ka anjeun nu teu sakuduna adi ka lanceuk, teu cara ka lanceuk-lanceuk nu sanes nyebat Euceu atawa Aa tapi da raraosan téh teu ngirangan rasa hormat kuring ka anjeun salaku lanceuk pangais bungsu. Da panginten ku caket pisannya. Tah dina seratan ieu mah ngahaja kuring bade nganggo kecap “Ceu” keur anjeun, kecap pondokna tina Euceu atawa ceuceu, lamun dina basa Sunda mah kecap nu dijadikeun panghormat ka lanceuk istri. Sanés ku nanaon, kitu téh supados langkung mernah ka manah salira.
Ceu, lamun urang nyawang deui ka mangsa nu geus lawas mani sok nineung nya? Mangsa urang silih rebut kaulinan, silih rebut kahayang, silih rebut bebeneran, ma’lum keur leutik lamun aya teu panuju téh langsung wé der gelut pajambak-jambak, silih teunggeul, silih cakar (da éta puguh jurus ampuh keur nyerang kuring téhnya). Muhun da tos puguh apan sanaos salira istri, apan salira mah siga pameget lamun ceuk basa kamalayon mah tomboy, malah Mimi mah nyebatna téh jangkrak. Muhun rumaos, pami urang nuju garot téh kadang-kadang mimi téh sok mangmeunangkeun. Teuing pedah kuring bungsu atawa memang saha nu salah, ma’lum nuju alitnya. Tapi pami di emutan deui, sanés nuju teu akurna waé nu nineung téh tapi pas nuju babarengan, nuju akurna ogé nineung pisan. Da lamun seug dibanding-bandingkeun mah asa seueur akurna urang téhnya. Emut nuju mangsa ka masjid babarengan, diajar ngaji babarengan, jajan sareng, ulin bareng ti mimiti dadaluan, engkélan, nepi ka dadagangan sok ngiringan. Diemutan deui téh memang tos sanes mangsana deuinya, pas mangsa urang geus sawawa (dewasa), sanes nu kararitu deui anu di carioskeun.
Ceu, ngahaja wengi ieu kuring nyerat ieu tulisan kumargi hoyong nepikeun kereteg haté nu nambih kadieu téh asa hoyong dikedalkeun. Hoyong éta ogé ngalangkungan telepon atawa sms tapi raraosan téh asa kirang saé, katambih-tambih kamari téh rada sesah deui di hubungina téh. Ah na pikiran téh sugan ngalangkungan ieu seratan tiasa ka kedalkeun naon-naon anu aya dina kereteg hate kuring, ari nuju pendak kadang-kadang bahasana téh kirang jero, da kaselang ku ngobrol ngalér ngidul. Tah didieuna sigana ku kuring badé dikedalkeun.
Ceu, nuju minggu kamari téh janten kuring jeung kulawarga, mimi, bapa sareng lanceuk-lanceuk nu dilembur ngahaja datang ka manéhna. Maksadna taya lian badé narosan, muhun apanan nuju kamarina téh kuring kantos nyarios ka anjeun aya maksad badé silaturahmi antar kulawarga, nu intina bade nyarioskeun sakaligus muguhkeun hubungan antara kuring jeung manéhna. Pan anjeun gé apal pisan antara kuring jeung manéhna téh tos lami hubungan sareng tos caket pisan. Sareng lamun aya nanaon téh kuring sok nyarios jeung anjeun, malahan mah apal pisan caritana basa manéhna hampir-hampiran bade nikah sareng nu sanés tapi duka kunaon teu janten manéhna malah balikan deui, jodo pangintennya.
Ah da tos pada apal caritana mah, upami dicarioskeun mah panjang teuing atawa upami dijantenkeun sekenario sinétron tiasa nepi ka sababaraha ratus episodeu, sapertos sinétron si Cinta sareng Si Rasya. Enya sinétron karesep mimi, da pami tos nonton sinétron éta téh sok hilap nanaon mimi mah, nepi ka nuju gogoréng sok tras ditinggalkeun nu ahirna tutung weh goréng tempé téh. Eh geuning kamana karep ngadongéng téhnya, urang uih deui ka nu tadi, tah pas silaturahmi dua kulawarga kamari jadi aya kaputusan yén acara nikah téh badé dilaksanakeun kirang langkung dua sasih deui ti ayeuna. Saleresna kuring ogé kaget mani buru-buru kitu téh ceu, enya apanan dua sasih kapengker kulawarga urang téh tos ngalaksanakeun hal sarupa kitu. Kahoyong téh rada tebih supados sepuh téh tiasa aya ancang-ancang heula, tapi memang ti dituna hoyong enggal-enggal jadi nya kedah kitu.
Pasti kagét memang, pas anjeun miring kabar saperti kitu téh. Tapi dalah dikumaha, ieu sigana konsekuensi kuring kedah mayunan hal sarupa kieu. Kalayan kajembaran manah, mugi salira ogé ngartos kana posisi anu ku kuring dialaman kiwari.
Ningali kana posisi, muhun apanan salira téh lanceuk kuring pangais bungsu katambih-tambih isteri deuih. Sareng nilik ka budaya nu aya disabudeureun urang, dipahing pisan ngalengkahan lanceuk isteri atawa anu disebut ngarunghal lanceuk isteri. Eta sigana ceu nu janten emutan kuring nepi ka kiwari, sok sanaos ti anggangna urang tos padungdengan ngeunaan hal éta sareng anjeun nyebat “sanaos lahir ti payun, tapi perkara nikah mah henteu salawasna kitu” tapi haté téh asa gaduh dosa waé. Sok seueur patarosan na’ jero hate ”kumaha sikep dulur-dulur atawa tatangga mireng hal sarupa kieu?” nepi ka kiwari masih balueng, masih boga rasa salah ka anjeun. Na pikiran téh, keun ari perkara batur atawa nu sanésna ceuk kasarna nyalah-nyalahkeun ka kuring tapi nu penting mah jirimna nyalira nya éta anjeun sorangan tiasa nampi sareng ngama’lum kaayaan kuring.
Ceu, sakieu waé heulanya, mugia kalayan kajembaran manah anjeun tiasa nampi kaayan sapertos kieu. Sakali deui hapunten bilih hal ieu matak ngaraheutkeun manah salira, hatur nuhun kana perhatosan, kanyaah, anjeun ka kuring salami ieu. Neda pidu’ana waé mugia sadayana aya dina kalancaran. Amin!
Wassalamualaikum Wr.Wb
Diposting oleh
Kang' Eka
di
16.16
0
komentar
Label: Lalangse Hate
15 Februari, 2008
February 2008
Diposting oleh
Kang' Eka
di
21.48
0
komentar
Label: Lalangse Hate
12 Februari, 2008
Ajarkan Sastra Sebagai Gambaran Pengalaman Hidup
"Pengalaman adalah guru yang paling baik". Kata-kata bijak ini masih efektif sampai sekarang, karena hakikat pendidikan merupakan proses transfer pengalaman dari generasi ke generasi. Pembelajaran karya sastra diharapkan menjadi salah satu sub bagian dari hakikat pendidikan yang paling lengkap, yang dapat mentransfer ilmu pengetahuan, moral, etika dan budaya.
KARYA sastra ditulis atau dipentaskan bertujuan agar pembaca atau penonton mempunyai gambaran fiksi yang dapat diaplikasikan ke dalam realita kehidupan. Karya sastra, terutama jenis prosa dan drama, dibangun dengan suatu kisah. Dilengkapi unsur intrinsik dan unsur ekstrinsiknya dengan segala aspek-aspek kehidupan, seperti lingkungan, politik, ekonomi, sosial, pendidikan, budaya, pertahanan keamanan nasional (lipoleksosdikbudhankamnas). Pembaca atau penonton diharapkan dapat mengambil pelajaran yang selanjutnya dapat menimbang, memilih, dan mengimplementasikannya untuk memperbaiki dirinya, yang sedang dan akan dilakukannya. Hal inilah yang diharapkan, karya sastra menjadi gambaran pengalaman dari realita kehidupan.
Di dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, pembelajaran sastra bertujuan agar siswa mempunyai kemampuan mengapresiasi dan berekspresi.
Ada beberapa masalah yang terungkap dari hasil pengamatan tindakan kelas yang dilakukan penulis.
1. Secara umum, kita sebagai guru banyak terjebak oleh tujuan atau kompetensi yang penjabaran indikatornya hanya sampai pengetahuan, pemahaman dan praktik berbahasa saja, tanpa dilandasi aspek sosial dan budaya atau keharusan mengimplementasikannya ke dalam kehidupan bermasyarakat setelah selesai pembelajaran. Kita puas, siswa kita dapat menjawab soal-soal yang diberikan baik di US maupun di UN, kurang peduli terhadap perubahan perilaku anak setelah tuntas pembelajaran atau nanti setelah lulus dari sekolah.
2. Kurangnya inovasi dalam memilih bahan atau media pembelajaran, cara mengapresiasi dan ekspresi karya sastra sehingga menjenuhkan bagi siswa. Jarang memanfaatkan isu lingkungan alam terbuka sebagai media pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.
3. Anggapan yang salah, bahwa mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia dianggap paling mudah untuk dipelajari.
Di dalam pembelajaran karya sastra banyak yang paham tokoh itu antagonis jahat, sifat dan karakternya tidak baik, dicela oleh orang lain, tetapi tidak mengetahui bahwa dirinya sama dengan tokoh tersebut. Di tahun 1960-an sebutan tokoh Si Kabayan dalam dongeng Sunda sangat dihindari oleh semua orang karena karakter pemalasnya. Sekarang, karya sastra hanya dianggap sebagai hiburan, tontonan atau bacaan cerita fiksional saja.
Kita coba beberapa hal yang mungkin dapat kita lakukan dalam pembelajaran karya sastra yang berkaitan dengan teori di atas.
1. Tanamkan dan tumbuhkan kepada siswa bahwa dalam kehidupan itu perlu melihat pengalaman dan menjadikannya sebagai pelajaran. Bantulah mereka dalam mengungkap pesan cerita agar mereka dapat memilih dan memilah, yang boleh atau yang tidak boleh dilakukan dengan menyertakan akibat-akibatnya. Tunjukkan bahwa pengalaman tidak hanya dari kehidupan nyata, tetapi juga di dalam cerita fiksi yakni karya sastra, sepanjang karya sastra tersebut dapat dipahami secara logis. Tunjukkan bahwa yang terpenting dalam pembelajaran bukan hanya nilai evaluasi tetapi nilai kemampuan mengimplementasikannya di dalam kehidupan.
2. Memilih bahan yang menyenangkan siswa merupakan salah satu cara menghilangkan kejenuhan. Sudah waktunya media TV, media cetak atau lingkungan terbuka dijadikan salah satu alternatif media pembelajaran. Kita coba cerita-cerita yang disukainya dijadikan bahan pembelajaran apresiasi sastra. Kita coba lingkungan dijadikan inspirasi dalam berekspresi. Penulis masih ingat acara wayang golek dari RRI Bandung, sekitar tahun 1970-an. Di akhir cerita biasanya diulas dengan nada yang puitis oleh salah satu penyiar. Cara seperti itu sangat menyentuh hati. Orang awam wayang pun menjadi paham isi pesan dari cerita wayang tersebut sehingga menjadikannya sebagai pembelajaran hidup. Hal yang sama dapat kita ikuti jejak pengasuh Percil dalam menganalisis pesan sebuah pembelajaran karya sastra.
3. Hindari anggapan bahasa dan sastra Indonesia itu mudah. Jadikanlah pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dipelajari. Tumbuhkan motivasi bahwa bahasa Indonesia itu sebagai bagian terpenting dari orang-orang yang sukses dalam kariernya. Untuk para guru, tidak memaksakan diri menjadi guru bahasa dan sastra Indonesia jika hanya dijadikan pilihan kedua atau batu loncatan. Lakukan penyetaraan atau pengembangan karier yang berkualitas jika kita senang menjadi guru bahasa tetapi kompetensi kita tidak sesuai.***
Penulis, guru bahasa dan sastra Indonesia MTs. Al-Mukhlisin Bojongsoang Kab. Bandung.
Diposting oleh
Kang' Eka
di
18.22
0
komentar
Label: Warta Pendidikan
04 Februari, 2008
Assigment For Grade IX
Di Sastra Sunda, dongéng dibagi jadi bebrapa bagian diantaranya:
2. Dongéng Parabel
3. Dongéng Sagé (babad)
Dongéng yang menceritakan kepahalawanan salah satu tokoh pada zamannya. Contoh: Prabu Siliwangi, Kéan Santang , dll.Legenda (saskala)
4. Legenda
Dongéng yang menceritakan asal usul suatu tempat, hewan, atau tumbuhan. Contoh: Sasakala Gunung Tangkuban Parahu, Situ Bagendit, dll
5. Mite
Dongéng yang berkaitan dengan kepercayaan masyarakat akan mahluk halus. Contoh: Nyi Roro Kidul, Sundel Bolong dll.
Diposting oleh
Kang' Eka
di
17.41
0
komentar
Label: Pancen Kanggo Siswa